Minggu, 24 Oktober 2010

Lomba Software APICTA Se-Asia Pasifik

Diposting oleh Ayu Aiueo di Minggu, Oktober 24, 2010 0 komentar

KOMPAS.com — Kemenangan Fahma Waluya (12) dan adiknya Hania Pracika (6) dalam lomba software APICTA International 2010 di Kuala Lumpur, Malaysia, pekan lalu membuktikan bahwa anak Indonesia juga jago membuat software. Tak harus software yang canggih langsung dengan animasi tiga dimensi, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana software tersebut bisa bermanfaat.


Kakak beradik asal Bandung itu telah membuktikannya. Seperti anak-anak lainnya, Fahma pun suka bermain game di PC atau ponsel. Namun, ia mengajak kawan-kawannya tidak hanya bermain game, tetapi juga membuat game sendiri.


Pengalamannya membuat software berawal dari kesenangannya bermain software animasi. Sejak duduk di kelas 4, Fahma sudah membuat presentasi dengan Power Point dan setahun kemudian ia mulai berkenalan dengan Adobe Flash. Dengan Adobe Flash saja, ia kini sudah menghasilkan beberapa software edukasi untuk anak-anak.


Software pertamanya yang diberi nama Bahana untuk memperkenalkan warna, angka, dan huruf. Dalam waktu dua tahun kemudian, ia sudah menghasilkan beberapa software berbasis Flash, seperti ENRICH (English for Children) untuk belajar Bahasa Inggris, MANTAP (Math for Children), Doa Anak Muslim (Prayers for Children), Asmaul Husna, dan lainnya.


Fahma dan Hania berkolaborasi dalam pembuatan beragam aplikasi tersebut. Pembuatan software dikerjakan Fahma, sedangkan adiknya menjadi sumber ide, beta tester, termasuk merekam suara yang dibutuhkan untuk melengkapi aplikasi tersebut. Uniknya, semua ide software berangkat dari kebutuhan belajar adiknya.


“Aku sayang adikku, Hania, meskipun dia kadang-kadang rewel, terutama saat dia tidak ada kegiatan atau permainan. Dia sekarang sekolah di TK B Cendikia, Bandung. Dia senang memainkan ponsel, terutama punya ibuku. Sejak di playgroup, dia senang belajar. Aku ditantang ayahku untuk membuat aplikasi di HP ibuku agar adikku bisa bermain sambil belajar. Akhirnya, dibuatlah aplikasi untuk ponsel ibuku,” kata Fahma dalam pengantar aplikasi yang didaftarkan di APICTA 2010.


Tentu saja keberhasilan Fahma dan Hania berkat bimbingan kedua orangtuanya, Dr Yusep Rosmansyah, seorang dosen dan peneliti di ITB dan Yusi Elsiano, seorang praktisi perkembangan anak. Saat Fahma menyatakan minatnya mendalami Flash, orangtua memberi kesempatan untuk kursus. Orangtua juga yang memberi masukan dan nasihat agar hobi membuat software tetap bisa disalurkan di tengah aktivitas yang padat.


Aplikasi buatannya dicoba di ponsel Nokia E71 milik ibu dan ayahnya. Aplikasi “My moms mobile phone as my sisters tutor” yang menang dalam ajang APICTA 2010 itu merupakan kumpulan aplikasi yang terus dikembangkan kedua kakak beradik itu. Aplikas-aplikasi tersebut tersedia gratis untuk diunduh melalui situs web yang dikelola ibunya di www.perkembangananak.com. Bahkan, beberapa software juga tersedia gratis di OVI Store untuk ponsel-ponsel Nokia.


Saat memperkenalkan software buatannya beberapa waktu lalu, Fahma mengatakan punya keinginan dapat terus mengasah keterampilannya dalam pemrograman software. Saat ini, ia tengah memperdalam software untuk membuat aplikasi tiga dimensi dan belajar bahasa pemrograman C++ dengan bimbingan ayahnya. Harapannya, tentu dapat menghasilkan aplikasi-aplikasi yang lebih baik. Nah, kecil-kecil ternyata anak Indonesia jago bikin software juga kan.


sumber:

http://tekno.kompas.com/read/2010/10…kin.Software-5

Rabu, 20 Oktober 2010

Aku Malaikat Kecilmu, Ibu

Diposting oleh Ayu Aiueo di Rabu, Oktober 20, 2010 0 komentar

Aku ingin menceritakan hidupku.

Kala itu, aku berada di sebuah tempat yang entah apa namanya. Perlahan kudengar sebuah suara, dan kemudian aku mendengar suara yang lainnya lagi.

Ternyata, aku adalah sebuah janin di perut seorang wanita, yang nantinya akan kupanggil dengan sebutan "Ibu".
Aku dapat merasakan debaran jantungnya, saat tahu akan mempunyai seorang anak. Akulah janin yang akan menjadi anak dari wanita itu. Dapat kudengar tangis gembiranya, dapat kurasakan getaran haru di bibirnya.

Beberapa bulan setelah itu.
Aku tetap tumbuh normal, Ibu. Karena kau selalu mendendangkan musik lembut untukku. Alunan nada biola yang kau mainkan membuatku tersenyum di dalam sini. Engkau pun slalu memberikan aku semua yang terbaik.

Sampai saatnya.. Kala itu tinggal beberapa minggu sebelum mataku terbuka 'tuk melihatmu, melihat dunia. Dokter berkata, bahwa aku berkelamin perempuan. Maka, kau dan suamimu segera membuat ruangan khusus tempatku tidur. Dan segala macam pakaian yang indah untuk kupakai kelak. Ibu, begitu bahagianya kah kau dengan kehadiran diriku?



...



Hari itu tiba. Saat di mana aku akan disambut oleh dunia ini. Air ketuban yang pecah, menandakan bahwa aku siap hidup. Kau mulai tersengal-sengal karena aku mendorong perutmu yang buncit. Maaf Ibu, bukan maksudku untuk menyakitimu. Memang sudah seharusnya aku melakukan ini.

Seorang bidan membantuku agar aku dapat keluar. Walau pun Ibu begitu kesakitan, kau tetap berdebar bahagia. Akhirnya Bu, aku bebas! Aku dapat utuh menjadi manusia. Ibu tersenyum cerah. Aku tahu, ia sudah melewati masa antara hidup dan matinya.

Tapi... Setelah kau melihatku, kau mulai melihat ada yang janggal. Ya, aku tahu aku tak sempurna. Kaki kiriku kecil, terlalu kecil jika dibanding dengan kaki kananku sendiri. Ibu, bolehkah aku menjadi anakmu dengan keadaan seperti ini?

Entah apa yang ada dipikiranmu dan suamimu. Pada akhirnya aku dibuang. Walau kau berkata hanya menitipkanku pada seorang ibu, tapi aku tahu, kau tidak ingin mempunyai anak seperti aku. Baiklah Bu, kalau Ibu ingin begitu, aku akan senang hati menjalaninya.



...



Tepat tujuh belas tahun setelah itu...
Lihat kawan, kini aku sudah tumbuh seperti anak lainnya. Ibu yang mengasuhku membelikan aku sebuah kaki palsu agar aku dapat berjalan normal. Aku bahagia. Aku sudah mulai melupakan kenangan itu. Kenangan yang menyakitkan.

Kini aku tengah berdiri di tengah panggung megah bernuansa merah. Dengan percaya diri, aku menggesekkan busur biolaku. Terkadang cepat dan tegas, namun terkadang lembut tanpa emosi. Aku mendapat tepuk tangan yang tak kusangka-sangka, begitu meriah dan riuh. Aku tersenyum bahagia.

Ibu, seandainya kau melihatku sekarang, aku harap Ibu ikut tersenyum bahagia sepertiku. Walau pun kau tlah membuangku, aku tak akan membuang Ibu. Aku ingin, Ibu bisa membawaku lagi kepelukan hangat Ibu. Dengan atau tanpa materi duniawi. Yang kuinginkan hanya kasih sayangmu, Ibu...
 

Gemini Jurnal's Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review