Jumat, 04 Juni 2010

Rindukan Dirimu - Cerpen

Diposting oleh Ayu Aiueo di Jumat, Juni 04, 2010
Hai hai hai para blogger..
Lama nggak nge-post lagi.. Kangen nggak? Kangen nggak?? Hehehe.. :please:
aku ada cerita baru nih, cerpen kok, jadi nggak bersambung..
Okeh langsung aja ya! kenyit



..................




Pagi itu pagi yang cukup cerah. Tiga sahabat, Rio, Alvin dan Ray sedang berjalan menuju sekolah mereka.

"Vin, kamu udah ngerjain tugas fisika belum?" tanya Ray

"Emangnya ada, ya?" Alvin malah balik tanya. Ray menggeleng-gelengkan kepala. "Pelupa!"

Alvin tertawa, "Itu hal yang bisa kubanggakan." jawabnya enteng.

"Udah, udah. Emang kamu sendiri udah ngerjain tugasnya, Ray?" lerai Rio

"Belum," Ray cengengesan, "Makannya aku tanya, biar bisa nyontek!"

"Dasar!" omel Rio dan Alvin bersamaan

Lalu mereka sampai di sekolah kebanggaan mereka itu.

"Eh, yo, ada Sivia, tuh!" seru Ray yang membuat wajah Rio memerah.

"Biasa aja, kali, Ray. Nggak usah dikasih tahu juga, Rio pasti cari-cari Ify." sambung Alvin, sama jahilnya dengan Ray.

"Ssst.. Kalian ini, bisanya bikin temen kehilangan muka, ya!" sembur Rio malu. Pasalnya, Ify dari tadi memandang ke arah mereka.

"Hahaha.. Samperin aja, Yo. Sana!" suruh Alvin sambil mendorong Rio.

Dengan tidak sabar, Rio segera pergi sambil menarik tangan kedua teman abadinya yang ajaib.

...


"Pagi, anak-anak." sapa Mr. Joe mangawali pelajaran

"Pagi, pak." jawab anak-anak serempak

"Keluarkan tugas fisika kalian." Begitu ucapan Mr. Joe selesai, sebagian anak ribut.

"Nomer satu.. tolong Nova kerjakan di depan." pinta Mr. Joe

"Moga-moga itu guru lagi eneg lihat mukaku." harap Ray yang baru mengerjakan tiga nomer

"Moga juga aku jadi transparan. Biar Mr. Joe nggak lihat aku." sambung Alvin yang sama sekali belum mengerjakan tugas. Rio tersenyum-senyum, "Kalau mau pilih saya, silahkan!" katanya dalam hati.

Tapi kesialan sedang menghinggapi Ray dan Alvin.

"Ray, kamu kerjakan nomer empat, dan Alvin nomer lima." suruh Mr. Joe tanpa ba-bi-bu

"Hah?" keduanya melongo.

“Ayo!” seru Mr. Joe tidak sabar.

“I.. Iya, pak!” jawab keduanya serempak

Begitulah, akhirnya mereka dihukum kaerena ketahuan belum mengerjakan tugas.

Tapi, walau sifat ketiganya begitu berbeda :

Rio, anak kalem tapi kadangan lebay dan narsis tingkat tinggi, suka main gitar, pintar dibidang MIPA

Ray, suka jahil tapi sebenarnya baik, drummer dan pintar di bidang musik,

Alvin, pendiam, cuek beibeh namun selalu setia kawan, pintarnya di bidang olahraga terutama sepak bola.

Tapi, semua perbedaan itu malah menyatukan ketiganya.

Dan sampai sekarang, mereka berusaha saling melindungi satu sama lain.

Mereka pikir, mereka sudah saling terbuka. Namun mereka tak tahu, banyak rahasia yang tersembunyi dibalik persahabatan itu. Yang tak akan pernah terbongkar, jika saja mereka tidak menyadarinya. Takdir kadang bertolak belakang dengan keinginan kita. Tapi tanpa takdir, kita tidak akan tahu, bagaimana sesungguhnya kehidupan ini..

Bel pulang berbunyi.

Rio, Alvin dan Ray segera pulang. Karena rumah mereka berdekatan, mereka selalu pulang bersama setiap hari.

“Emm.. Ray, Rio. Aku mau ngomong.. Sesuatu..” kata Alvin gugup.

“Ngomong aja, Pin!” jawab Ray, seperti biasa memanggil Alvin dengan sebutan Apin.

“Gini.. Ehmm.. Aduh, aku nggak tahu harus ngomong dari mana.” Keluh Alvin bingung

“Tarik napas..” suruh Rio datar, lalu Alvin melakukannya, “Hembuskan.. Nah sekarang cerita deh!”

“Rio!” potong Ray

“Apa?” jawab Rio

“Hembuskannya dari belakang apa depan?” godanya jahil. Rio dan Alvin tertawa,

“Kalau pengen kentut bilang aja kali, Ray!” seru Alvin ngakak

“Hehe..” Ray malah cengengesan. Alvin juga ikut tersenyum, walau samar. Dia ingin mengatakan sesuatu pada kedua sahabatnya itu, tapi dia takut merusak momen gembira seperti ini. Akhirnya dia memilih diam saja.


Sampai di depan rumah Ray..

“Pin, Yo, aku masuk dulu, ya.” Pamit Ray lalu menutup gerbangnya.

“Salam buat Bik Inem ya!” seru Rio jahil. “Siipp!!” terdengar suara Ray dari dalam.

“Rio..” panggil Alvin lirih

“Ya?”

“Aku boleh cerita?”

“Boleh, kok.”

“Jangan kasih tahu Ray dulu, ya.” Pesan Alvin takut-takut

“Oke.” Jawab Rio mantap

“Dua minggu lagi.. Aku harus.. Ehmm.. Pindah ke Sumatera..” cerita Alvin

“Hah? Jadi, kamu hanya dikasih dua minggu buat siap-siap pulang?” tanya Rio kaget.

“Sebenernya, sih, udah dari minggu lalu aku dikasih tahu sama Oma, tapi.. Aku nggak berani bilang sama kalian..” aku Alvin

Rio hanya terdiam. Kelihatannya dia sedang meredam emosinya. Dia memang marah kalau sahabatnya tidak bercerita soal kayak gini ke dia.

“Yo, jangan marah, dong..” Alvin sedih melihat raut muka Rio

“Engg.. Enggak. Tapi kenapa,sih, kamu nggak cerita ke aku dari minggu lalu?”

“Aku takut kamu sama Ray marah.” Jawab Alvin

“Kamu lihat aku marah?!” Rio menghentikan langkahnya lalu menyeret Alvin ke rumah pohon.

Rumah pohon. Ya, tempat dimana tiga sahabat itu sering menghabiskan waktu bersama. Kadang kala mereka malah tidur disitu. Bernyanyi sambil diiringi gitar Rio adalah kegiatan rutin mereka. Di rumah pohon, mereka berbagi cerita. Senang, susah, sedih, gembira mereka lewati bersama.

“Mau apa, sih kesini?” Alvin mengelus tangannya yang ditarik kasar oleh Rio

“Emang nggak boleh?” Rio malah balik tanya

“Ya terserah kamu.” Jawab Alvin cuek

“Aku heran, bisa-bisanya aku temenan sama cowok jutek kayak kamu.” Sindir Rio

“Aku juga bingung kenapa aku mau temenan sama cowok lebay kayak kamu.” Balas Alvin

“Aku bukannya lebay, tapi suka ngelebih-lebihin sesuatu aja.” Bela Rio cemberut

“Emangnya aku jutek? Aku kan cuma ngirit ngomong aja.” Alvin nggak mau kalah

“Capek ngomong sama kamu!” sembur Rio kesal

“Kamu pikir aku juga nggak capek?” Alvin membalas lagi.

Rio dengan tidak sabar turun dan segera pulang. Alvin menghela nafas melihat sahabatnya itu lalu ikut pulang.


...


Seminggu kemudian..

Rio sudah mulai melupakan rencana kepindahan Alvin. Tapi hari ini, saat Rio dan Ray bermain ke rumah Alvin, dia melihat kesibukan keluarga sobatnya.

“Pin, mau ngapain?” tanya Ray yang tidak tahu soal rencana Alvin. Alvin yang sedang sibuk menggotong kardus menoleh, “Eh, oh, aku mau.. pindah..”

“Hah?” Ray tidak percaya

“Iyyaaa...” jawab Alvin gugup

“Kemana?”

“Jauuhh!!” potong Rio

“Hehe..” Alvin hanya meringis, takut kena marah Ray.

“Kalau gitu, jangan lupa kirim sms en email tiap hari, ya.” Pesan Ray enteng

“Hah? Kamu.. Kamu.. Nggak..” seru Alvin kaget, dikiranya sih tadi Ray bakalan..

“Marah? Ya nggak mungkin lah! Masa cuma gara-gara soal cetek kayak gini si Ray yang ganteng nan imut marah?” goda Ray lalu cengengesan

“Tahu, nggak, muji diri sendiri tuh nggak baik!” Rio mengingatkan

“Nggak tuh. Makasih udah dikasih tahu.” Jawab Ray santai lalu ikut membantu Oma Alvin memberesi barang-barang. Rio dan Alvin lalu ikut membantu.



***


“Capek juga, ya.” Keluh Alvin, lalu bersandar di dinding rumah pohon. Mereka kini berada di rumah pohon.

“Jangan ngeluh gitu dong! Cuma beres-beres doang masa capek.” potong Rio yang masih terlihat ceria

“Yah, aku kan nggak punya jiwa pembantu kayak kamu.” Ray mengelak. Alvin tertawa.

Mereka lalu terdiam.

“Pin, Yo.” Kata Ray lirih

“Apa?” jawab Rio

“Bentar lagi kita nggak bisa bertiga lagi ya.” Ucap Ray yang membuat kedua sobatnya merenung.

“Mau gimana lagi..” ujar Rio pelan

“Sorry, aku juga nggak bisa nunda kepindahanku.” Kata Alvin sedih, merasa bersalah

“Udah, nggak papa. Ini kan cuma masalah jarak. Kita masih bisa sms-an, kirim email, telpon. Ya kan?” nasehat Rio

“Iya sih..”

“Lihat aja nanti, Apin bakal ku intai dari efbe.” Ancam Ray

“Haha... Aku nggak bakal ngapa-ngapain kok.” Janji Alvin

“Ya, siapa tahu kamu punya kenalan cewek cakep.” Goda Rio dan Ray bersamaan.

“Ah kalian...” desah Alvin sambil manyun


...


Hari itu pun tiba..

Akhirnya Alvin harus pindah ke Sumatera.

“Vin, jangan lupain kita ya..” pesan Rio lalu memeluk sahabat baiknya itu.

“Tentu. Ray, jangan nakal, ya. Nanti kubilangin babe lho.” Alvin berpesan pada Ray persis kayak ibu-ibu nasehatin anaknya.

“Iya, Nyak!” jawab Ray

“Vin, ayo cepet.” Seru Oma Alvin dari dalam mobil.

“Ya, Ma! Yo, Ray, aku pergi dulu ya.” Pamit Alvin. Ketiganya lalu berpelukan.

Rio pun sampai menitikkan air matanya. Sedangkan Ray mencoba tetap tersenyum namun tidak bisa menahan tangisnya lagi. “Udah cengeng, jangan nangis,” ucap Alvin meringis. Dia pun beranjak masuk ke mobil. Melambaikan tangannya dari jendela.

“Dadah Apinku yang jelek!” Ray dan Rio membalas lambaian tangan Alvin.

Mobil Alvin lama kelamaan hilang dari pandangan.. Rio dan Ray pulang ke rumah masing-masing dengan menunduk sedih..

“Semoga dirimu disana

Kan baik-baik saja untuk selamanya..

Disini aku kan selalu rindukan dirimu

Wahai sahabatku..”

...

Sepuluh tahun setelah kejadian itu..

Sebuah mobil berjalan pelan memasuki pekarangan rumah kosong, hingga akhirnya mobil tersebut benar-benar berhenti.

Seorang laki-laki remaja turun, diikuti perempuan yang cantik.

“Ini rumah peninggalan Oma dulu, Vin?” tanya perempuan itu.

“Iya. Udah lama banget.” Jawab laki-laki yang dipanggil Alvin tersebut.

Tiba-tiba terdengar derap langkah orang dari jauh.

“Apin!” seru seorang diantaranya. Ray.

“Vin! Akhirnya lo datang lagi.” Kata yang satu lagi, Rio.

“Hehe.. Iyalah. Eh, kenalin, ini Sivia.” Kata Alvin sambil menunjuk perempuan disampingnya.

Rio dan Ray berjabat tangan dengan Sivia. “Cantik, cuy!” bisik Ray pada Alvin.

“Eh, gimana kalau kita rayain pertemuan kita. Mau kan?” usul Rio

“Siipp!!!” seru semuanya setuju..



...



Gimana??

Maaf kalau jelek ya! Komen en sarannya!

:puppyeyes:

0 komentar:

Posting Komentar

 

Gemini Jurnal's Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review