Sabtu, 09 April 2011

Semua Tentangmu-Satu

Diposting oleh Ayu Aiueo di Sabtu, April 09, 2011

Dengan buru-buru Shilla menalikan tali sepatu kedsnya. Lalu berlari ke halte yang berjarak sekitar 200 meter dari rumahnya. Beruntung sebuah bus sedang berhenti mencari penumpang. Dia langsung naik dan mendapatkan bangku belakang.

Jam tujuh kurang seperempat! Serunya dalam hati. Artinya dia bisa sampai ke sekolah sekitar sepuluh menit lagi, itu pun kalau tidak macet. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya bus sampai di dekat sekolah baru Shilla.

“Kiri, Pak!” Shilla berseru keras. Kenek segera mengetuk-ketuk pintu bus, meminta sopir menghentikan laju bus. Setelah bus berhenti Shilla turun dan berlari ke gedung bertingkat dua itu.

Ini hari pertamanya masuk di SMA Vero, sekolah elit di kotanya yang berhasil menjadi sekolah Shilla atas beasiswa dari prestasinya di bidang seni, yang hari pertamanya gagal total karena wekernya rusak sehingga dia bangun pukul enam lebih.

Gerbang masih terbuka sedikit, tidak ada satpam yang menjaga. Shilla segera melesat dan mencari-cari di mana kelasnya gerangan. Papan berkayu jati di atas sebuah pintu bertuliskan: X-3. Ini dia! Tanpa basa-basi Shilla membuka pintu dan melengang masuk.

Semua yang ada di kelas menoleh kaget, dan memandang Shilla keheranan. Guru yang sedang berdiri di depan kelas menghampiri Shilla.

“Kamu anggota kelas ini?” tanya guru berpakaian serba merah itu.
“Ng, iya Bu.” Jawab Shilla sedikit takut dengan tatapan tajamnya.
Bu Dian, nama guru itu, melirik sekilas jam tangannya, “Sudah terlambat dua puluh menit. Kesiangan?” Shilla mengangguk takut.

Dengan menghela napas, Bu Dian menyuruh Shilla duduk di bangku terakhir yang masih kosong, di sebelah cowok berkacamata dan berambut model harajuku. Wah beruntung! Tapi kelihatannya cowok ini cool. Kalau nggak cool, ya, jaim, tapi lebih terlihat jutek.

Shilla mengulurkan tangannya, “Hei, aku Shilla. Lo?” tanyanya. Cowok harajuku itu cuma menoleh sekilas, “Cakka.” Jawabnya jutek tanpa mengindahkan uluran tangan Shilla. Shilla cemberut, merasa tidak dihargai. Lalu tersadar, sepertinya pernah bertemu Cakka. Entah kapan dan dimana. Tapi sesaat kemudian dia kembali mendengarkan penjelasan fisika dari Bu Dian...


***


Cewek berambut sepunggung itu berjalan tenang menuju perpustakaan sekolah. Tiba-tiba sebuah tepukan pelan mendarat di bahunya. Seorang cewek jangkung ternyata, yang kalau tidak salah teman sekelasnya yang tadi pagi datang terlambat.

“Hai, lo sekelas sama gue, kan?” tanya cewek itu dengan senyum ramah.
Ify, namanya, mengangguk kecil, berjalan lagi ke arah perpustakaan. Cewek jangkung itu menjejeri langkahnya dengan terburu-buru, “Boleh kenal?” tanya dia.
Ify tidak menjawab, karena sudah sampai di pintu perpus. Segera dia menuju rak buku sastra, mencari-cari sebuah referensi ilmu berbentuk kumpulan kertas di sana.
“Hoi, nggak budek, kan?” tanya cewek jangkung yang ternyata masih mengikutinya.
“Gue Ify.” Jawab Ify singkat dan pelan.
“Oke, gue Shilla. Lo baca buku kayak gini?” tanya Shilla, memandang buku tebal karya Chairil Anwar.
Ify menoleh, “Kenapa?”
Shilla hanya mengedikkan bahu, “Tau’ deh, gue nggak begitu suka soalnya.”
Ify tersenyum kecil, ‘Udah gue tebak, cewek kayak lo nggak suka buku kayak ginian.’ Pikirnya.
“Gue lebih suka novel remaja, atau komik gitu.” Shilla berceloteh sendiri, tak menyadari kalau Ify sudah berjalan keluar perpus...

Sampai di kelas.
Shilla masih penasaran dengan Ify, bukan karena apa-apa. Tapi lebih karena hampir seluruh murid di situ kaya sehingga terlalu angkuh untuk berkenalan, apalagi dengan orang biasa seperti dia. Dan dia melihat sosok Ify yang berbeda, dingin namun menyimpan kehangatan dan keramahan.

Namun dia harus segera duduk lagi di bangkunya, karena bel masuk sudah berbunyi. Bersebelahan dengan cowok keren dan cakep kayak Cakka memang asik, tapi kalau jutek kayak gini, berasa sendirian. Shilla pun nggak berminat mengajak Cakka mengobrol, jadi dia celingukan sementara guru yang akan mengajar belum masuk.

Tak berapa lama, seorang guru piket mengumumkan kalau guru yang bersangkutan sedang ada urusan penting, dan tidak ada tugas yang diberikan. Semua murid tersenyum-senyum senang. Baru beberapa menit setelah itu kelas menjadi ramai.

Ify yang duduk di depan Shilla segera melanjutkan buku yang baru dipinjamnya tadi. Karena tidak ada pilihan lain Shilla mengajak Cakka mengobrol.
“Cakka, lo kok jutek banget, sih?” tanpa sadar Shilla melontarkan pertanyaan tidak berguna.
Cakka menaikkan kedua alisnya, “Menurut lo?”
“Yah, seenggaknya ngobrol kek dikit. Jutek banget.”
“Oh, jadi harusnya gue bawel kayak lo, gitu?”
Shilla tersentak, “Enak aja!”
“Menurut gue kayak gitu. Salah?”
“Nggak sih. Terserah lo aja. Eh, di sini ada ekstra lukis, nggak?” tanya Shilla.
Cakka membetulkan kacamatanya, “kayaknya ada.”
“Oh.” Shilla mengangguk-angguk senang.
“Lo suka lukis?”
“Ya begitulah, gue masuk ke SMA ini juga karena lukis dan musik, kok.”
“Oh gitu.”
“Iya, kalau nggak gitu, gue nggak bakal bisa masuk sini. Mahal soalnya.”
Cakka hanya diam. Shilla mendengus kesal, tapi tidak berkata apa-apa lagi.


***


Sampai di rumah, Shilla langsung disambut Rio, kakak satu-satunya yang raut mukanya sangat menunjukkan kalau dia sedang marah. Shilla tahu betul kenapa.

Tadi pagi ia menyembunyikan HP keramat kakaknya -yang sudah bertahun-tahun masih awet- di kolong kasur Rio, sehingga Rio terlambat masuk ke sekolah karena jika tidak membawa HP itu Rio merasa jiwanya terbang separuh.

“Lo itu ya, udah tau HP itu hidup dan mati gue, masih aja lo umpetin. Liat,nih!” omel Rio, lalu menunjuk kupingnya yang agak merah, “gue kena semprot plus jeweran Bu Rina, buduk!” Rio berkacak pinggang. Shilla cuma tertawa geli. Ya ampun, sebegitu pentingnya HP keramat Rio?

Dengan acuh Shilla melepas sepatu dan kaus kakinya lalu melengang masuk.
“Eh, mau ke mana lo?” seru Rio geram.
“Mau bobo’ siang, Kak Rio yang cakep. Mau ikut?” Shilla balas berseru jahil, lalu melompat masuk ke dalam kamar bernuansa pinknya. Tadi dia sudah makan siang di kantin sekolah.

Sejenak dia merenung. Kenangan itu lagi. Sebuah masa indah yang berakhir tragis. Sahabat baiknya dari bayi sampai SMP yang empat bulan lalu meninggal karena kecelakaan karena ulah mereka berdua sendiri. Shilla tercengang. Ya, pantas saja dia merasa pernah melihat Cakka. Cowok jutek itu mirip sekali dengan Iel, nama sahabatnya itu Hanya saja Cakka jutek sedang Iel sangat cerewet.

Kembali Shilla menerawang kejadian yang menjadi kenangan terakhirnya dengan dia. Tepatnya saat awal tahun di kelas 9 SMP. Iel mengutarakan perasaan suka terhadap Shilla, yang sudah disimpannya begitu lama. Shilla hanya menjawab, “Gue nggak mau pacaran dulu. Tunggu aja gue di SMA.” Dan Iel hanya tersenyum, berjanji akan menunggunya.

Namun... Tiga bulan sebelum masa kelulusan, Iel harus pergi selama-lamanya. Shilla dan dia mengganggu seorang pedagang balon, dan membuat sebuah balonnya lepas, terbang ke arah jalan raya yang ramai. Iel, yang nekat mengejar balon terbang itu akhirnya tertabrak mobil sedan yang sedang melaju di tengan jalan.

Itu pemakaman kedua yang dihadiri Shilla, selain pemakaman Neneknya. Shilla menangis dan terus menangis sampai air matanya kering dan matanya membengkak. Mama dan Papa juga Kak Rio terus mendukung Shilla sampai akhirnya Shilla kembali tersenyum.

Sekarang hanya ada satu foto Iel yang terpajang di kamarnya –dulu dia memajang banyak foto Iel dan dirinya di kamar yang lalu disimpannya rapat-rapat di lemari. Dengan ukuran 15x10, foto Iel yang sedang tersenyum lebar merangkul Shilla terpampang jelas di atas meja kecilnya, bersisian dengan foto keluarga dan foto dirinya sendiri.

Lagi-lagi, Shilla menangis. Hanya saja tidak bersuara.
“Iel, gue kangen banget sama lo. Kapan lo pulang, Yel? Lo belum penuhi janji lo untuk jadi pacar gue. Gue kesepian, tau. Gue nggak punya temen lagi." Ucapnya lirih sekali, sambil menatap nanar foto Iel.
“Shil, Iel udah bahagia di sana.” Sebuah suara tiba-tiba menyahut. Kak Rio!
Shilla langsung menghapus air matanya, “dateng nggak salam dulu!” omelnya.
Rio tersenyum lembut, “Yuk, temenin gue nonton.” Dan Shilla bergegas mengusir Rio keluar, agar ia dapat berganti baju. Kakaknya ini memang sangat pengertian padanya...





***




Mau tahu kelanjutannya? Ikuti terus ya cerbungku ini di facebook. Karena hanya bagian satu yang aku post di blog, untuk promosi :D

0 komentar:

Posting Komentar

 

Gemini Jurnal's Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review